Tak mengejutkan jika hari ini Red Bull Racing (RBR) menetapkan Liam Lawson jadi pengganti Sergio Perez. Yang mengejutkan adalah cara tim ini mendepak Yuki Tsunoda, yang terkesan tidak fair.
Saat umumkan Lawson jadi team mate Max Verstappen pada musim 2025, bos RBR Christian Horner menjadikan mentalitas bertarung dan kepercayaan diri pembalap muda (22 tahun) itu sebagai alasan untuk mempromosikannya dari tim RB ke tim utama RBR. Contoh terbaik adalah saat ‘anak bawang’ itu jumpa Perez di lintasan dan fight wheel to wheel serta sukses menyalip senior yang kemudian ia gantikan itu. Bukan sekali tapi dua kali ia lakukan hal sama kepada Perez.
“Liam datang dari akademi Red Bull. Ia akan ikuti jejak Sebastian (Vettel) dan Max (Verstappen). Ia aset tim di masa depan,” komentar Horner.
Dalam rilis tim itu Horner sama sekali tak menyebutkan alasan lebih memilih Lawson ketimbang Tsunoda yang sudah sejak 2021 memperkuat tim yunior Red Bull, yakni AlphaTauri yang kemudian berubah nama jadi RB.
Itu artinya RBR mengingkari apa yang diutarakan saat Lawson mendadak jadi pengganti Daniel Ricciardo di tim RB pada GP AS lalu.
Saat itu Horner maupun Senior Advisor RBR Helmut Marko mengatakan kedua pembalap itu akan diadu dan dievaluasi dalam 6 sisa race akhir musim 2024. Hasilnya akan jadi rujukan promosi jika Perez keluar.
Faktanya, Tsunoda mengalahkan Lawson 6-0 dalam sesi kualifikasi dalam 6 sesi beruntun. Tak sekali pun Lawson lakoni start di depan Tsunoda saat raceday. Pada kurun waktu sama Tsunoda meraih 8 poin sedangkan Lawson 4 angka. Jelas, hasil balap Tsunoda lebih bagus.
Tapi sangat jelas statistik itu tidak menjadi rujukan.Tsunoda (24 tahun) unggul di lintasan namun dikalahkan Lawson saat promosi. Tentu karena ada alasan lain. Alasan yang sama sekali tak disinggung Horner saat umumkan promosi Lawson pada Kamis (19/12) ini. Hal ini yang memunculkan kesan tidak fair tadi, terlebih buat fans Tsunoda.
Tapi, jika mencermati ucapan dan harapan Horner agar Lawson mengikuti tahap demi tahap perjalanan Vettel dan Verstappen (keduanya meraih 4 gelar dunia bersama RBR) maka sangat wajar jika Lawson lebih layak jadi aset masa depan RBR.
Ia benar-benar datang dan murni lewat pembinaan pembalap muda RBR asuhan Marko. Sedangkan Tsunoda, meski juga masuk binaan Marko, tapi peran Honda lebih besar membentuk karakternya. Sejak sebelum masuk keluarga besar RBR, Tsunoda adalah pembalap binaan Honda di kompetisi domestik Jepang. Ia masuk tim yunior RBR tak lain karena peran Honda sebagai pemasok mesin RBR.
Faktor lain adalah kesempatan Lawson bakal lebih lama bersama RBR dibandingkan Tsunoda. Pasalnya, Honda akan berpisah dengan RBR di akhir musim 2025. Pabrikan Jepang itu lantas jadi mitra tim Aston Martin pada musim 2026 dan sepertinya Tsunoda ikut disiapkan ke tim milik konglomerat Kanada Lawrence Stroll itu.
Kedua faktor di atas membuat wajar jika RBR lebih memilih Lawson. Komparasi hasil dari 6 race itu pun tak bisa sepenuhnya jadi patokan karena Tsunoda punya jam terbang lebih banyak dari Lawson yang masih dalam taraf adaptasi dengan mobil maupun lingkungan di paddock F1.
Yang tak kalah menarik adalah alasan Marko untuk menempatkan pembalap muda sebagai rekan setim Verstappen. Tokoh tua yang selama ini menjadi mentor dan panutan Verstappen itu merasa perlu menempatkan driver muda agresif, punya nyali dan skill mumpuni untuk mendampingi Verstappen.
“Max perlu dirangsang dengan kehadiran driver muda yang punya peluang mengganggu zona nyamannya,” kata Marko.
Dan, sosok serta kesempatan itu tampaknya ada pada Lawson. Contohnya adalah dua kasus saat jumpa Perez di lintasan, ia bisa dan berani beri perlawanan sengit. Bukan tak mungkin hal sama dilakukan pada Verstappen jika punya kesempatan. Jika itu terjadi, dalam pandangan Marko, justru akan meningkatkan semangat dan kualitas permainan Verstappen.
Link Terkait: